Pembangunan Pagar SDN Banjarejo Sumberrejo Melanggar Regulasi UU, Perpres dan PP

admin
Img20251117114827 copy 858x644

Bojonegoro – Proyek pembangunan pagar SDN Banjarejo, Kecamatan Sumberrejo, Bojonegoro, kini memicu kecurigaan publik akibat dugaan kuat pelaksanaan pekerjaan yang tidak mengikuti standar teknis konstruksi pemerintah. Senin, 17/11/2025.

Warga menemukan bahwa pengecoran pondasi dilakukan tanpa alat molen, melainkan dicampur secara manual.

Cara tersebut lazimnya hanya muncul pada proyek berbiaya rendah—bukan pada paket pekerjaan bernilai Rp399 juta lebih.

Metode manual seperti itu berpotensi menurunkan mutu beton secara signifikan, bahkan dapat menyebabkan pagar mudah retak, ambruk, dan mengancam keselamatan siswa.

Dugaan ini makin menguat karena Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro serta kontraktor pelaksana CV Mahidara Puspa Lawu dan konsultan pengawas CV Abdi Rama tidak memberikan penjelasan apa pun, meskipun dugaan ketidaksesuaian ini telah ramai di tengah masyarakat.

Pak Ahmad, warga yang menjadi saksi langsung proses pengerjaan, menyebut pekerjaan itu jauh dari standar konstruksi.

“Tidak ada molen sama sekali. Pekerja hanya mencampur semen secara manual. Ini proyek ratusan juta, kenapa cara kerjanya seperti proyek kecil?” kritiknya tajam.

Ketiadaan transparansi dari pihak kontraktor maupun dinas menambah kecurigaan publik bahwa proyek ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi, seperti:

1. UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi (Pasal 59, 86–87) terkait kewajiban memenuhi standar keamanan dan spesifikasi kontrak.

2. Perpres 16/2018 jo. 12/2021 terkait kepatuhan terhadap spesifikasi teknis;

3. Permen PUPR 22/2018 serta SNI Beton terkait metode pencampuran beton yang benar.

4. PP 45/2013 mengenai akuntabilitas penggunaan anggaran.

Warga menuntut investigasi terbuka, audit fisik, serta pemeriksaan dokumen kontrak. Mereka mendesak agar pemerintah tidak membiarkan proyek pendidikan dikerjakan dengan kualitas seadanya.

“Ini bukan soal pagar, ini soal keselamatan anak-anak kami. Kalau ada pelanggaran, harus ada tindakan tegas,” ujar Pak Ahmad.

Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro tetap bungkam, tanpa ada klarifikasi resmi atau langkah korektif yang terlihat.

Pertanyaan untuk Dinas Pendidikan Bojonegoro.

Pertama , apakah benar dalam dokumen kontrak atau RKS proyek ini tidak mewajibkan penggunaan molen untuk produksi beton? Jika diwajibkan, mengapa pengawas dinas membiarkan pelanggaran tersebut?

Siapa saja pejabat pengawas lapangan dari Dinas Pendidikan dan seberapa sering mereka melakukan monitoring fisik?

Apakah dinas sudah melakukan pemeriksaan terhadap mutu beton (uji slump, komposisi, atau mutu K)? Apa alasan dinas belum memberikan penjelasan resmi kepada publik mengenai dugaan ketidaksesuaian ini?

Apakah dinas bersedia membuka dokumen kontrak, RAB, dan RKS proyek untuk diperiksa publik sesuai prinsip keterbukaan informasi?

Jika terbukti ada ketidaksesuaian pekerjaan, apakah dinas siap memberikan sanksi kepada penyedia sebagaimana diatur dalam Perpres 16/2018?

Pertanyaan untuk Kontraktor (CV Mahidara Puspa Lawu)

Mengapa metode pengecoran dilakukan secara manual? Adakah alasan teknis atau efisiensi biaya? Apakah metode pengecoran manual tersebut sudah mendapatkan persetujuan dari konsultan pengawas?

Bisa ditunjukkan dokumen rencana mutu (Quality Plan) dan bukti bahwa mutu beton sesuai standar SNI?

Berapa jumlah pekerja dan alat yang disediakan sesuai kontrak? Apakah seluruh alat itu benar-benar tersedia di lapangan?

Apakah kontraktor bersedia melakukan perbaikan (rework) bila ditemukan mutu beton tidak sesuai standar?

Pertanyaan untuk Konsultan Pengawas (CV Abdi Rama).

Apakah pengawas mengetahui bahwa pengecoran dilakukan tanpa molen?

Jika tahu, mengapa tidak dihentikan? Jika tidak tahu, apa fungsi pengawasan selama ini?

Berapa kali kunjungan lapangan dilakukan sejak proyek dimulai? Ada buktinya? Apakah pengawas telah melakukan uji mutu material sesuai Permen PUPR 22/2018?. (Red).

Tinggalkan Balasan